Anak perempuanku, sejak libur sekolah akhir tahun ajaran 2017 ini, menjadi semakin akrab dengan WhatsApp. Yang sebelumnya ia hanya chat sedikit-sedikit dengan papanya, kemudian menjadi sering karena ia ber-wapri ria dengan dua teman dekatnya.
Salah satu dari teman dekatnya pun membuat grup agar mereka dapat mengobrol bersama.
Awalnya berjalan lancar. Semua tampak menikmati chating mereka di dunia maya itu. Tentu saja.. Karena mereka libur dan tidak dapat saling bercerita di sekolah. Melalui WhatsApp mereka dapat tetap saling berkomunikasi.
Namun setelah jalan sekian waktu, masalah mulai muncul. Ada yang tidak serius menjawab, ada yang merasa tidak diharhai, salah paham, bercanda dianggap serius, dan sebagainya.