Sunday, February 04, 2018

Bingung Pilih Sekolah? Baca Ini Dulu!

"Sekolah negeri atau sekolah swasta, ya?"
"Sekolah swasta banyak sekali, pilih yang mana, ya?"

Adakah yang mengajukan pertanyaan yang sama dengan di atas?

Dari pengalaman pribadi dan cerita saudara, teman, dan tetangga, secara garis besar, berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat akan memilih sekolah anak.

Visi dan Misi Orangtua
Setiap orangtua biasanya memiliki visi dan misi untuk keluarganya, untuk anak-anaknya. Yang dimaksud visi dan misi di sini adalah terkait dengan apa yang orangtua harapkan untuk pengembangan diri anak-anaknya, bisa dari sisi agama, karakter, pendidikan, dsb.

Orangtua yang menginginkan pembentukan karaker Islami yang kuat, atau yang ingin anaknya menjadi penghafal Quran, akan memilih sekolah Islam. Ada pula orangtua yang mengincar sekolah yang mengajarkan entrepreneur kepada siswanya. Hal ini dikarenakan orangtua menginginkan anaknya bermental pengusaha sejak kecil.

Beberapa orangtua juga memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena ingin anaknya belajar berproses dalam lingkungan siswa yang majemuk. Selain itu, ada pula yang memilih sekolah negeri karena waktu belajarnya lebih singkat dibanding sekolah swasta. Sehingga, anak dapat istirahat siang guna lebih menjaga kesehatannya.

Karakter Anak
Ada beragam jenis karakter anak. Beberapa anak bisa jadi merasa tidak suka dan tidak nyaman jika berada di dalam kelas untuk waktu sekian jam. Maka, untuk anak dengan karakter seperti ini, orangtua dapat memilih sekolah alam atau sekolah yang memiliki konsep dan tempat belajar outdoor.

Ada pula orangtua yang melihat anaknya saat itu memiliki karakter pendiam, pemalu, atau tidak terlalu mudah bergaul. Mereka lalu memilih sekolah dengan kelas kecil (20 siswa dalam 1 kelas) dibandingkan sekolah dengan kelas besar (40 siswa dalam 1 kelas). Hal ini dikarenakan orangtua merasa bahwa akan lebih mudah bagi anak untuk belajar meningkatkan kepercayaan dirinya di lingkup (kelas) yang lebih kecil.

Biaya dan Kualitas
Faktor biaya tidak dapat dikesampingkan pada saat anak akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Biaya yang dikeluarkan untuk menempuh pendidikan di sekolah negeri lebih sedikit dibanding sekolah swasta.
Dalam memilih sekolah swasta, orangtua tidak hanya mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan saat pertama kali masuk, tetapi juga biaya per bulannya.
Untuk sekolah swasta, besar biaya yang dikeluarkan biasanya berbanding lurus dengan kualitas, prestasi sekolah/guru, serta fasilitas sekolah.

Jarak
Saat hendak memasukkan anak ke TK, biasanya orangtua akan memilih sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh. Namun untuk memilih SD, beberapa mengatakan jarak maksimal antara rumah dan sekolah adalah 8-10 km. Tetapi demi visi-misi orangtua dan kualitas sekolah, ada pula yang ikhlas dengan jarak >10km 😊

Itulah beberapa pertimbangan orangtua dalam memilih sekolah anak. Semoga ulasan ini dapat membawa manfaat 😊






Saturday, February 03, 2018

Masuk SD Usia Berapa?

Jika saya diberikan amanah untuk mengandung dan melahirkan anak ketiga, kelak, dia masuk SD di usia sekitar 7 tahun saja, jangan 6 tahun.

Hehe.. Kalimat itu pernah ada di pikiran saya beberapa waktu yang lalu. Anak pertama saya masuk SD usia 6 tahun kurang 2 minggu. Dari usia sekitar 1,5 tahun, dia memang memiliki ketertarikan dengan huruf dan angka. Niat hati membelikan puzzle huruf dan angka untuk menstimulasinya berbicara (seperti yang dicontohkan di suatu klinik terapi wicara), ternyata telah membuat dia mengenal 26 huruf dan angka 0-10 di usia sekitar 2,5 tahun.

Anak perempuan yang mulai mengucapkan kata-kata (selain mama papa) di usia 1,5 tahun itu, terbilang cukup cepat membaca dan menulisnya. Di awal TK B (usia 5 tahun) dia sudah cukup lancar membaca. Karena itu, kami yakin untuk memasukkannya di SD setelah dia lulus TK B di usia sekitar 6 tahun. Alhamdulillah, hingga sekarang duduk di bangku kelas 4, semua berjalan lancar. Semoga Allah menjaganya selalu.

Berbeda dengan kakaknya, anak kedua saya tidak terlalu tertarik dengan huruf dan angka sebelum usianya 4 tahun. Dia dibilang cukup lancar membaca, baru sekitar 2 bulan sebelum lulus TK B. Tapi karena melihat buku kelas 1 semester 1 milik kakaknya, kami memutuskan anak laki-laki ini masuk SD di usia 6 tahun 3 bulan. Yaa.. Buku semester 1 kelas 1 milik kakaknya, pelajarannya hampir seperti di TK B. Masih ada yang mengeja, ukuran huruf cukup besar, tidak terlalu banyak kalimat dalam 1 paragraf.

Namun, saat anak kedua sudah duduk di bangku kelas 1, lalu saya melihat buku dan pelajarannya, tercenganglah saya..

Ukuran huruf tidak besar seperti kakaknya dulu, tidak ada lagi mengeja, banyak sekali kalimat dalam 1 paragraf. Materi yang diterima oleh kakaknya di semester 2, sudah diberikan di semester 1. Kakaknya baru belajar perkalian di kelas 3. Sedangkan adiknya, sejak kelas 2 semester 1 kemarin, dia sudah dapat materi pengenalan perkalian.

Banyak sekali perubahannya, 'percepatan' materinya. Oleh karena itulah, saya sempat berpikir seperti yang tertulis di kalimat pertama di tulisan saya ini.

Tentunya manusia tidak bisa mengatur secara pasti kapan kelahiran anaknya. Tapi, jika saya diberi amanah anak ketiga dan dia lahir di bulan April, saat ini, yang ada di pikiran saya adalah memasukkannya SD di usia 7 tahun 3 bulan, bukan 6 tahun 3 bulan.

Lalu, aspek apa saja yang perlu disiapkan ketika anak akan masuk SD? Mengapa lebih baik mengikuti peraturan Pemerintah tentang usia 7 tahun masuk SD?

Bisa disimak di tulisan berikutnya 🙏

Friday, February 02, 2018

Anak-Anak Bertengkar? Lakukan Tiga Hal Ini!

"Anak-anakmu itu kok nggak pernah berantem," ucap ibu kala itu.

Ibu memang beberapa kali mengungkapkan keheranannya melihat dua anak saya yang tidak pernah tampak bertengkar. Ibu melihat mereka sebagai dua anak yang selalu akur.

Mmh, sebenarnya sih ... Kenyataannya tidak seperti itu. Dua anak saya juga pernah bertengkar, tetapi cara mereka bertengkar berbeda dengan yang sepupu mereka lakukan. Jika sepupu mereka bertengkar, orang lain dapat mudah melihatnya melalui kata-kata yang terdengar. Sedangkan dua anak saya, jika sedang bertengkar, yang mereka lakukan adalah saling diam.

Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan orangtua jika anak-anak berseteru?

Menjaga emosi
Melihat anak-anaknya bertengkar, terkadang orangtua dapat ikut tersulut emosinya. Ini bukanlah hal yang baik. Mengapa? Orangtua perlu tetap berkepala dan berhati dingin agar dapat menjadi hakim bagi anak-anaknya yang bertikai.

Selain itu, orangtua yang mudah emosi juga dapat memberi contoh kepada anak-anaknya, yaitu contoh pribadi yang kurang sabar atau bahkan mudah marah. Bukankah orangtua adalah tauladan bagi anak? Jika orangtua mudah marah, anak dapat tumbuh menjadi anak yang juga mudah marah.

Memisahkan jika terjadi kekerasan
Apabila terjadi kekerasan seperti saling memukul atau menjambak, maka orangtua perlu segera melerai dan memisahkan anak. Namun jika yang terjadi adalah debat mulut, orangtua dapat mendengarkannya terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar orangtua dapat mengerti pendapat dan perasaan anak-anak.

Berbincang dengan anak
Setelah anak agak tenang, orangtua dapat menanyakan penyebab pertengkaran kepada mereka. Perseteruan antara anak-anak biasanya terjadi karena memperebutkan suatu barang, salah satu mengusili saudaranya, atau kesalahpahaman.

Orangtua harus bersikap bijak dan adil. Jangan serta merta menyalahkan anak yang lebih besar. Orangtua harus mendengarkan penjelasan dari kedua anak. Selanjutnya, orangtua dapat memberikan pemahaman dan usulan. Misal, jika anak bertengkar karena berebut mainan, orangtua dapat memberikan pemahaman tentang konsep berbagi, lalu memberikan usulan tentang jadwal menggunakan mainan secara bergantian.

Pada penyebab pertengkaran yang lain, orangtua juga dapat memberikan pemahaman kepada anak tentang mencoba mengerti perasaan orang lain. Si kakak mungkin belum tahu kalau adiknya mengusilinya karena ingin mengajak bermain. Demikian pula adiknya belum tahu jika perbuatannya adalah hal yang tidak menyenangkan untuk orang lain.

Semakin bertambah usia anak, orangtua dapat semakin memberikan kesempatan kepada anak untuk mencari solusi sendiri.

Semoga kita dimudahkan untuk terus berusaha dan belajar menjadi orangtua yang baik dan benar 😊


Thursday, February 01, 2018

Hutan Mangrove Wonorejo, Wisata Alam Pesona Surabaya

Sumber : sparkling.surabaya.go.id

Surabaya adalah kota dengan aneka destinasi wisata, mulai dari beragam mal, kolam renang, museum, dan tidak ketinggalan tempat wisata alam. Salah satu destinasi wisata alam yang menarik perhatian warga Surabaya adalah Hutan atau Ekowisata Mangrove Wonorejo.

Mangrove Wonorejo Surabaya
Mencari kerang
Sumber : Koleksi Pribadi

Keberadaan hutan bakau di Surabaya ini, tidak hanya memberikan ruang terbuka hijau bagi warga, namun juga dapat mencegah abrasi oleh air laut serta menjaga keseimbangan ekosistem alam. Dilansir dari sparkling.surabaya.com, hutan mangrove juga dapat menetralisir limbah (khususnya logam berat) yang masuk ke laut.


Dikutip dari wisatajatim.info, Hutan Mangrove Wonorejo menjadi tempat tinggal bagi beberapa jenis fauna yang dilindungi. Selain itu, hutan seluas 200 hektar ini juga didatangi oleh burung migrasi.

Sumber : Koleksi Pribadi

Hutan Mangrove Wonorejo terletak di Jl. Wonorejo No. 1, Wonorejo. Untuk menikmati suasana hutan melalui jalan setapak yang terbuat dari bambu dan kayu, pengunjung tidak dikenakan biaya, kecuali biaya parkir Rp 5000 untuk mobil dan Rp 2000 untuk sepeda motor. Namun, tersedia juga wisata perahu yang akan membawa pengunjung menuju gazebo di muara sungai / tepi laut. Tiket untuk perahu sebesar Rp 25.000 untuk dewasa dan Rp 15.000 untuk anak-anak. Di gazebo, pengunjung dapat bersantai menikmati camilan ditemani suara kicauan burung.

Jika berkunjung ke tempat wisata alam ini, jangan lupa cicipi sirup mangrove dan abadikan kenangan dalam foto yang (beberapa orang menyebutnya) instagramable 😊.

(Tulisan ini disertakan dalam tantangan #SatuHariSatuKaryaIIDN)
#day11